Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

Tips agar tetap sehat dan bugar di saat sedang berpusa

Marhaban ya Ramadhan.....
Saat memasuki bulan Ramadan dan berpuasa, tubuh kita pun ikut menyesuaikan diri dengan kebiasaan saat berpuasa. Perubahan jadwal makan dan tidur awalnya tentu akan mengganggu keseimbangan tubuh kita. Dibawah ini adalah beberapa tips yang insyaAllah akan membantu kita semua agar tetap fit, berenergi dan bugar di saat puasa.

1. Makan sahur 
Makan Sahur

   Meski dalam keadaan mengantuk dan harus bangun di malam hari, namun makan sahur sangat penting untuk memberikan nutrisi yang cukup bagi anda selama berpuasa. Pengaturan makan dan minum pada saat puasa dimulai ketika sahur. Sahur menjadi penting karena pada saat sahur kita mempersiapkan makanan yang menjadi sumber energi selama puasa. 
   Sahur dianjurkan dilakukan di akhir waktu. Makanan yang dikonsumsi saat sahur tidak hanya sekadar praktis, tapi juga makanan bergizi, yang mengandung lima unsur zat gizi yaitu: protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Selain itu, pada saat sahur perlu mengkonsumsi makanan yang berserat yakni sayuran dan buah untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. 
    Sebaiknya konsumsi air 8-10 gelas per hari termasuk susu, jus, dan kuah sup atau sayur agar tubuh kita tidak kekurangan cairan. Pembagiannya 5 gelas pada malam hari dan 3 gelas pada saat sahur. Setelah makan sahur dianjurkan tidak langsung tidur untuk memperlancar pencernaan.

2. Ikuti anjuran Rasul dengan aturan 1/3.
Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk mengonsumsi 1/3 makanan, 1/3 cairan, dan menyisakan 1/3 ruang untuk udara. 
Berhentilah sebelum Kekenyangan

3. Batasi asupan lemak

   Batasi makanan lemak saat berbuka puasa. Saat berbuka kemungkinan besar Anda akan langsung makan tanpa memikirkan kadar lemak yang dikandung makanan tersebut. Makanan manis seperti kurma sangat cocok untuk menambah energi saat awal berbuka puasa.

4. Konsumsi sayur dan buah-buahan
Sayuran Dan Buahan

    Buah-buahan segar banyak dijual selama puasa dan waktu berbuka. Jangan lewatkan kesempatan ini. Pastikan Anda juga mengonsumsi buah-buahan yang kaya vitamin.
Buah-buahan adalah salah satu jenis makanan yang memiliki kandungan gizi, vitamin dan mineral yang pada umumnya sangat baik untuk dikonsumsi. Ketika berbuka puasa meneguk segelas jus buah yang mampu meningkatkan kadar gula sehingga tubuh kembali bertenaga. Ada banyak buah-buahan yang dianjurkan untuk dikonsumsi bagi orang yang berpuasa, pertama ialah kurma.

    Kurma merupakan makanan paling kaya kandungan gula glukosanya. Kurma mengandung sejumlah besar gula, berkisar antara 75–87%. Sekitar 55% gula dalam kurma berbentuk glukosa, sedangkan 45% lagi membentuk fruktosa. Selain itu, ia mengandung sejumlah protein, lemak, dan beberapa vitamin, antara lain: vitamin A, B2, B12. Tak ketinggalan pula, kurma mengandung beberapa mineral, terutama kalsium, fosfor, potassium, sulfat, sodium, magnesium, cobalt, zinc, florin, kuningan, manganese, serta sejumlah selulosa. Dengan sangat cepat, glukosa dalam kurma yang disantap saat berbuka akan berubah menjadi fructose, lalu langsung diserap melalui sistem pencernaan untuk menyirami dahaga tubuh akan energi. Khususnya jaringan-jaringan yang secara esensial bergantung pada pasokan tinggi energi, seperti: sel-sel otak, sel-sel saraf, sel-sel darah merah dan sel-sel tulang belakang.

     Lalu buah-buahan apa lagi yang dianjurkan hadir dalam menu saat sahur dan berbuka. Berikut ini daftar nama buah-buahan yang bisa anda sediakan menurut saran Samuel. Pepaya. Buah tropis satu ini mengandung vitamin C dan provitamin A yang dapat membantu memecah serat makanan dalam sistem pencernaan dan membuat lancar saluran pencernaan makanan. Bagi mereka yang berpuasa, buang air besar akan tetap lancar. Pisang. Buah ini mengandung vitamin A, B1, B2 dan C yang dapat membantu mengurangi asam lambung. Pisang cocok bagi orang yang berpuasa karena bisa membantu menjaga keseimbangan air dalam tubuh. Mangga. Inilah satu lagu buah yang mudah diperoleh di tanah air, mengandung vitamin A, E dan C yang dapat membersihkan darah. Bagi orang yang berpuasa, jus buah dapat dapat mengurangi dehidrasi. Namun sebaiknya berhati-bati bagi yang memiliki lambung sensitif.

Pilihlah buah mangga matang alih-alih yang masih muda dan berasa masam. Srawberry. Buah imut berwarna merah yang kaya vitamin A, vitamin B1, B dan C serta antioksidan, bagus untuk melawan zat radikal bebas. Sehingga daya tahan tubuh orang yang berpuasa tetap terjaga dari virus. Apel. Dari dulu manfaat buah ini memang sudah dikenal. Tak heran bila di Barat pun muncul slogan "One Apple a day, tak your doktor away'. Mengandung vitamin A, B dan C, apel dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah, mengatasi masalah nafsu makan yang terlalu besar. Jeruk. Buah identik dengan warna oranye ini mengandung vitamin A, B1, B2 dan C serta antikanker bagi tubuh. Jeruk juga dapat merangsang kekebalan tubuh, membersihkan lender ditenggorokan, rongga hidung akibat influenza.


5. Berjalan setelah berbuka puasa
Jalan Kaki
Jalan Kaki

Setelah berbuka dan kekenyangan kebanyakan orang akan merasa malas dan mengantuk Untuk menyiasati hal ini, Anda bisa berjalan-jalan di sekitar rumah Anda setelah berbuka. Tak perlu terlalu jauh. Dengan berjalan dan merasakan perubahan suasana puasa akan membangkitkan kesegaran tubuh Anda, sehingga Anda tak malas untuk melakukan kegiatan selanjutnya.


6. Sholat tarawih
Selain sebagai bentuk ibadah, sholat tarawih juga memiliki manfaat kesehatan. Ketika melakukan sholat tarawih, tubuh Anda melakukan banyak gerakan. Ini akan membuat tubuh tetap segar dan aktif. Selain itu, sholat tarawih juga bisa meningkatkan konsentrasi, stamina, serta menjalin silaturahmi.

7. Sempatkan tidur siang singkat
Para ahli menyatakan bahwa tidur siang tak harus dalam waktu yang lama. Sekitar 15 menit tidur siang sudah cukup untuk membuat tubuh Anda segar kembali. Carilah empat yang tenang dan sempatkan diri Anda untuk tidur siang. Ini baik untuk mengganti jam tidur yang kurang di malam hari.

Semoga Bermanfaat dan tentunya tetap bugar dan berenergi walaupun sedang berpuasa!!!

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Apa yang dimaksud dengan ISPA ?
   Istilah ISPA yang merupakan singkatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam Lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah Inggris Accute Respiratory Infections disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA I tersebut ada dua pendapat, pendapat pertama memilih istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan pendapat kedua memilih istilah ISNA (Infeksi Saluran Nafas Akut). Pada akhir lokakarya diputuskan untuk memilih ISPA dan istilah ini pula yang dipakai hingga sekarang (Depkes RI, 1996). 

Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut:
  1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuhmanusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
  2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
  3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongakan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes RI, 1996:3). Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus.
Etiologi ISPA
    Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

Klasifikasi ISPA
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun.
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
  1. Pneumonia Berat, bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x permenit atau lebih.
  2. Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat. “ Tanda Bahaya” untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
  1. Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)
  2. Kejang
  3. Kesadaran menurun
  4. Stridor
  5. Wheezing
  6. Demam/ dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun 
  1. Pneumonia Berat,bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
  2. Pneumonia Sedang, bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
         1) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
         2) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.


c. Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
“ Tanda Bahaya “ untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:
  1. Tidak bisa minum
  2. Kejang
  3. Kesadaran menurun
  4. Stridor
  5. Gizi buruk (Depkes RI, 1996:5).
Gejala ISPA 
a. Gejala dari ISPA Ringan
    Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
  1. Batuk
  2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).
  3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
  4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
    Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
  1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
  2. Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
  3. Tenggorokan berwarna merah.
  4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
  5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
  6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
  7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
   Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
  1. Bibir atau kulit membiru.
  2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
  3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
  4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
  5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
  6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
  7. Tenggorokan berwarna merah.
d. Penularan ISPA
    Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui udara pernapasan atau percikan ludah penderita. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran pernafasan. Dari saluran pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan terkena ISPA (Depkes RI, 1996:6).

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ISPA
2.1.6.1 Status Gizi
        Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (I Dewa Nyoman Supariasa, Bachsyar Bakri dan Ibnu Fajar, 2002:17).
Fungsi zat gizi antara lain sebagai berikut:
  1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan, terutama bagi yang masih dalam pertumbuhan
  2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas fisik sehari-hari
  3. Mengganti sel-sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh (dengan cara menjaga keseimbangan cairan tubuh)
  4. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit sebagai zat anti oksidan (Kertasapoetra, Marsetyo, Med, 2001:1).
    Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin dan macam pekerjaan. Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal (Sjahmien Moehji, 2000:14).
    Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (I Dewa Nyoman Supariasa, Bachsyar Bakri dan Ibnu Fajar, 2002:18).Penelitian yang dilakukan oleh Chandra pada tahun 1979 menunjukkan bahwa kekurangan gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit.
    Penelitian lain yang dilakukan oleh Pio dkk (1985) menunjukkan adanya hubungan antara kekurangan zat gizi dan ISPA karena kekurangan gizi akan cenderung menurunkan daya tahan balita terhadap serangan penyakit. Penelitian di Cikutra Bandung yang dilakukan oleh Kartasasmitha pada tahun 1993 juga menunjukkan kecenderungan kenaikan prevalensi dan insidensi pada anak dengan gizi kurang (Dinkes, 2001:9).

2.1.6.2 Pemberian ASI Eksklusif
        ASI adalah suatu komponen yang paling utama bagi ibu dalam memberikan pemeliharaan yang baik terhadap bayinya, untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangan psikososialnya. Karena sesuatu yang baik tidaklah harus mahal bahkan bisa sebaliknya, terbaik dan termurah yaitu ASI. Karena ASI bisa membuat anak lebih sehat, tapi juga cerdas dan lebih menyesuaikan diri dengan lingkungan (Depkes RI, 2001:15). Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya lewat ari-arinya. Tubuh bayi dapat membuat sistem kekebalan tubuh sendiri waktu berusia sekitar 9-12 bulan.
         Sistem imun bawaan pada bayi menurun namun sistem imun yang dibentuk oleh bayi itu sendiri belum bisa mencukupi sehingga dapat mengakibatkan adanya kesenjangan zat kekebalan pada bayi dan hal ini akan hilang atau berkurang bila bayi diberi ASI. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang. Zat ASI. Kolostrum kekebalan pada ASI dapat melindungi bayi dari penyakit mencret atau diare, ASI juga menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi, telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Dan pada kenyataannya bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif (Depkes RI, 2001:18).
       Penelitian yang dilaksanakan oleh Pisacane membuktikan bahwa pemberian ASI memberikan efek yang tinggi terhadap ISPA. Sedang penelitian yang dilakukan oleh Shah juga menunjukkan bahwa ASI mengandung bahan-bahan dan anti infeksi yang penting dalam mencegah invasi saluran pernapasan oleh bakteri dan virus. Walaupun balita sudah mendapat ASI lebih dari 4 bulan namun bila status gizi dan lingkungan kurang mendukung dapat merupakan risiko penyebab pneumonia bayi (Dinkes, 2001:9).

2.1.6.3 Umur

      ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih TOTO rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Hal senada dikemukakan oleh Suwendra (1988), bahkan semakin muda usia anak makin sering mendapat serangan ISPA.

2.1.6.4 Kelengkapan Imunisasi
         Ada dua jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pemberian imunisasi pada anak biasanya dilakukan dengan cara imunisasi aktif, karena imunisasi aktif akan memberi kekebalan yang lebih lama. Imunisasi pasif diberikan hanya dalam keadaan yang sangat mendesak, yaitu bila diduga tubuh ganas. Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif adalah:
  1. Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih lama untuk membuat zat anti  itu dibandingkan dengan imunisasi pasif.
  2. Kekebalan yang terdapat pada imunisasi aktif bertahan lama (bertahun-tahun) sedangkan pada imunisasi pasif hanya berlangsung untuk beberapa bulan. Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program Pengembangan Imunisasi (FPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit TBC (dengan
  3. Pemberian vaksin BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, campak danhepatitis B. Imunisasi lain yang dianjurkan di Indonesia pada saat ini adalah terhadap penyakit gondong dan campak Jerman (dengan pemberian vaksin MMR), tifus, radang selaput otak oleh kuman Haemophilus influenzae tipe B (Hib), hepatitis A, cacar air dan rabies (Markum, 2002:15).
Jenis-jenis imunisasi wajib:
1) Vaksin BCG
   Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup. Jenis kuman ini telah dilemahkan.
2) Vaksin DPT
   Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus.
3) Vaksin DT (Difteria, Tetanus)
    Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus yaitu bila anak sudah tidak diperbolehkan atau tidak lagi memerlukan imunisasi pertusis, tapi masih memerlukan imunisasi difteria dan tetanus.
4) Vaksin Tetanus
    Terhadap penyakit tetanus, dikenal 2 jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif danimunisasi pasif. Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan.
5) Vaksin Poliomielitis
    Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis. Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio tipe I, II, dan III yaitu:
  1. Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin Salk),     cara pemberiannya dengan penyuntikan
  2. Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang masih hidup tetapi telah dilemahkan (vaksin Sabin), cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan.
  3. Vaksin Campak
  4. Imunisasi diberikan untuk mendapat kekebalan tehadap penyakit campak secara aktif.
  5. 7) Vaksin Hepatitis B
    Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal sebagai penyakit lever. Hasil penelitian yang berhubungan dengan status imunisasi menunjukkan bahwa ada kaitan antara penderita pneumonia yang mendapatkan imunisasi tidak lengkap dan lengkap, dan bermakna secara statistis. 

Menurut penelitian yang dilakukan Tupasi (1985) menyebutkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sievert pada tahun 1993 menyebutkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti mencegah kejadian ISPA (Dinkes RI)
2.1.6.5 Jenis Kelamin
        Selama masa anak-anak, laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk usia 10 tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan terhadap masalah gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula. 
        Sesungguhnya, anak perempuan mempunyai keuntungan biologis dan pada lingkungan yang optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian (Merge Koblinsky dkk, 1997:96). 
Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002-2003 mencatat bahwa anak balita yang mempunyai gejala-gejala pneumonia dalam dua bulan survey pendahuluan sebesar 7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak balita laki-laki. Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai gejala-gejala pneumonia sebesar 7,4% (Statistic Indonesia, et al 2003:148).

2.1.6.6 Pemberian Vitamin A
          Masing-masing vitamin dibutuhkan badan dalam jumlah tertentu. Terlalu banyak maupun terlalu sedikit vitamin yang tersedia bagi badan memberikan tingkat kesehatan yang kurang. Bila terlalu banyak vitamin dikonsumsi akan terjadi gejala-gejala yang merugikan dan kondisi demikian disebut hypervitaminosis. Sebaliknya, bila konsumsi vitamin tidak memenuhi kebutuhan maka juga akan terjadi gejala-gejala yang merugikan. 
         Bila kadar vitamin di dalam darah sudah menurun, tetapi belum memberikan gejala-gejala klinik yang jelas disebut hypovitaminosis, sedangkan bila sudah tampak gejala-gejala klinik disebut avitaminosis. Di Indonesia, yang masih merupakan problema defisiensi pada skala nasional ialah untuk vitamin A (Achmad Djaeni Sediaoetama, 2000:108).

       Kekurangan vitamin A terutama terjadi pada anak-anak balita (Sunita Almatsier, 2004:163). Kekurangan vitamin A (KVA) menghalangi fungsi sel-sel kelenjar sehingga kulit menjadi kering, kasar dan luka sukar sembuh. Membran mukosa tidak dapat mengeluarkan cairan mukus dengan sempurna sehingga mudah terserang bakteri (infeksi). Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh manusia (Sunita Almatsier, 2004:159). Pada KVA, fungsi kekebalan tubuh menurun sehingga mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan lendir sehingga mudah dimasuki mikroorganisme atau virus dan menyebabkan infeksi saluran pernafasan (Sunita Almatsier, 2004:166).

2.1.6.7 Kepadatan Hunian

         Pemanfaatan atau penggunaan rumah perlu sekali diperhatikan. Banyak rumah yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan, tetapi apabila penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukannya, maka dapat terjadi gangguan kesehatan. Misalnya rumah yang dibangun untuk dihuni oleh empat orang tidak jarang dihuni oleh lebih dari semestinya. Hal ini sering dijumpai, karena biasanya pendapatan keluarga itu berbanding terbalik dengan jumlah anak atau anggota keluarga. Dengan demikian keluarga yang besar seringkali hanya mampu membeli rumah yang kecil dan sebaliknya. Hal ini sering tidak mendapat perhatian dan terus membangun rumah menjadi sangat sederhana dan sangat kecil bagi yang kurang mampu (Juli Soemirat, 2000:144).
        Mikroba tak dapat bertahan lama di dalam udara. Keberadaannya di udara tak bebas dimungkinkan karena aliran udara tidak terlalu besar. Oleh karena itu, mikroba dapat berada di udara relatif lama. Dengan demikian kemungkinan untuk memasuki tubuh semakin besar. Hal ini dibantu pula oleh taraf kepadatanpenghuni ruangan, sehingga penularan penyakit infeksi lewat udara sebagian besar terlaksana lewat udara tak bebas (Juli Soemirat, 2000:71).
      Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Berdasarkan Dir. Higiene dan Sanitasi Depkes RI, 1993 maka kepadatan penghuni dikategorikan menjadi memenuhi standar (2 orang per 8 m2) dan kepadatan tinggi yaitu lebih 2 orang per 8 m2 dengan ketentuan anak <1 tahun tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung setengah (Mukono, 2000:156). 
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Victoria pada tahun 1993 menyatakan bahwa makin meningkat jumlah orang per kamar akan meningkatkan kejadian ISPA. Semakin banyak penghuni rumah berkumpul dalam suatu ruangan kemungkinan mendapatkan risiko untuk terjadinya penularan penyakit akan lebih mudah, khususnya bayi yang relatif rentan terhadap penularan penyakit (Dinkes RI,2001:11).

2.1.6.8 Ventilasi
   Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai. Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan peraturan bangunan Nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi aturan sebagai berikut:
  1. Luas bersih dari jendela/ lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai ruangan.
  2. Jendela/ lubang hawa harus meluas ke arah atas sampai setinggi minimal 1,95 m dari permukaan lantai.
  3. Adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit sekurangkurangnya 0,35% luas lantai yang bersangkutan (Mukono, 2000:156).
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Yang pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yangberarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat . 
Tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena terjadi aliran udara yang terus menerus. Fungsi lain adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban yang optimum (Soekidjo Notoatmodjo, 1997:150).

2.1.6.9 Jenis Lantai
          Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lubis (1985), jenis lantai setengah plester dan tanah akan banyak mempengaruhi kelembaban rumah. Dan hasil pengukuran kelembaban yang dilakukan oleh Harijanto (1997) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia bayi yang bertempat tinggal di rumah yang berkelembaban memenuhi syarat (kurang 60%) dan tidak memenuhi syarat (60%). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, lantai rumah harus kedap air dan mudah dibersihkan. 

Seperti diketahui bahwa lantai yang tidak rapat air dan tidak didukung dengan ventilasi yang baik dapat menimbulkan peningkatan kelembaban dan kepengapan yang akan memudahkan penularan penyakit (Dinkes RI, 2001:12).

2.1.6.10 Kepemilikan Lubang Asap
Pembakaran yang terjadi di dapur rumah merupakan aktivitas manusia yang menjadi sumber pengotoran atau pencemaran udara. Pengaruh terhadap kesehatan akan tampak apabila kadar zat pengotor meningkat sedemikian rupa sehingga timbul penyakit. Pengaruh zat kimia ini pertama-tama akan ditemukan pada sistem pernafasan dan kulit serta selaput lendir, selanjutnya apabila zat pencemar dapat memasuki peredaran darah, maka efek sistemik tak dapat dihindari (Juli Soemirat, 2000:55).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, dapur yangsehat harus memiliki lubang asap dapur. Di perkotaan, dapur sudah dilengkapi dengan penghisap asap. Lubang asap dapur menjadi penting artinya karena asap dapat mempunyai dampak terhadap kesehatan manusia terutama penghuni di dalam rumah atau masyarakat pada umumnya (Dinkes Prov. Jateng, 2005:3).
Lubang asap dapur yang tidak memenuhi persyaratan menyebabkan:
1) gangguan terhadap pernapasan dan mungkin dapat merusak alat-alatpernapasan
2) lingkungan rumah menjadi kotor
3) gangguan terhadap penglihatan/ mata menjadi pedih. Dapur tanpa lubang asap relatif akan menimbulkan banyak polusi asap ke dalam rumah yang dapurnya menyatu dengan rumah dan kondisi ini akan berpengaruh terhadap kejadian pneumonia balita, seperti hasil penelitian Lubis (1990) yang membuktikan adanya hubungan terhadap kejadian ISPA di rumah yang banyak mendapatkan polusi asap dapur dan tidak.
2.1.6.11 Jenis Bahan Bakar Masak
Aktivitas manusia berperan dalam penyebaran partikel udara yang berbentuk partikel-partikel kecil padatan dan droplet cairan, misalnya dalam bentuk asap dari proses pembakaran di dapur, terutama dari batu arang. Partikel dari pembakaran di dapur biasanya berukuran diameter di antara 1-10 mikron. Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernafasan (Srikandi Fardiaz, 1992:137-138). Jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak jelas akan mempengaruhi polusi asap dapur ke dalam rumah yang dapurnya menyatu dengan rumah dan jenis bahan bakar minyak relatif lebih kecil resiko menimbulkan asap daripada kayu bakar.
2.1.6.12 Keberadaan Anggota Keluarga Yang Merokok
      Polusi udara oleh CO terjadi selama merokok. Asap rokok mengandung CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm selama dihisap. Konsentrasi tersebut terencerkan menjadi 400-500 ppm. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap mengakibatkan kadar COHb di dalam darah meningkat. Selain berbahaya terhadap orang yang merokok, adanya asap rokok yang mengandung CO juga berbahaya bagi orang yang berada di sekitarnya karena asapnya dapat terisap (Srikandi Fardiaz, 1992:101). Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi (Dinkes RI, 2001:12).

2.1.6.13 Keberadaan Anggota Keluarga yang Menderita ISPA
           ISPA disebabkan oleh bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenivirus, Pikornavirus, Mikoplasma dan lain-lain. Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui udara pernapasan atau percikan ludah penderita. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran pernafasan. Dari saluran pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan terkena ISPA

Pencegahan dan penatalaksanaan pada Bayi Berat Badan Lahir Normal (BBLR)

Apakah yang dimaksud dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)? 
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi
 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 
      Ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (dismatur) (Saifuddin, 2006). 
    Pada tahun 1961, WHO mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur (Winkjosastro, 2006).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tampa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Prawirohardjo, 2006).

Bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembanga selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi (Anonim, 2006).

Menurut Badriul (2009) Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram, tanpa memandang usia kehamilan. BBLR dibedakan menjadi dua bagian: pertama BBLR sangat rendah bila berat lahir kurang dari 1500 gram, dan kedua BBLR bila berat lahir antara 1501- 2499 gram.

Etiologi
Menurut Winkjosastro (2006), faktor-faktor yang dapat menyebabkan  terjadinya BBLR, yaitu antara lain:
a.    Faktor Ibu
  1. Hipertensi
  2. Perokok
  3. Gizi buruk
  4. Riwayat kelahiran Prematur sebelumnya
  5. Pendarahan antepartum
  6. Malnutrisi
  7. Hidraminon
  8. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
  9. Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat
  10. Infeksi dan trauma
b.    Faktor Janin
  1. Kehamilan ganda
  2. Kelainan kromosom
  3. Cacat bawaan
  4. Infeksi dalam kandungan
  5. Hidramnion
  6. Ketuban pecah dini
c.    Keadaan sosial ekonomi yang rendah
d.    Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, merokok

Bentuk Klinik

Menurut Saifuddin (2006), bentuk klinik dari BBLR adalah:
a.    Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram
b.    Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram
c.    Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER), berat lahir < 1000 gram

Gambaran klinik
      Tampak luar dan tingkah laku bayi prematur tergantung dari tuanya umur kehamilan. Makin muda umur kehamilan mangkin jelas tanda-tanda immaturitas. Karakteristik untuk bayi prematur adalah berat badan lahir sama dengan atau kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, umur kehamilan kurang dari 37 minggu, kepala relatif lebih besar dari badannya, kulit tipis, lanugonya banyak, lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus, tangisnya lemah dan jarang, pernapasan tidak teratur dan sering timbul apnea. Refleks tonik-leher lemah dan refleks moro positif, daya isap lemah, kulit mengkilatdan licin (Winkjosastro, 2006).

Diagnosis
Menurut Mochtar (1998), diagnosis BBLR yaitu:
a.    Sebelum Bayi Lahir
  1. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus dan  Lahir mati.
  2. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
  3. Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilan sudah angka lanjut.    
  4. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya
  5. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula dengan Hidramnion, hipermisis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan pendarahan Antepartum.
b.    Setelah Bayi Lahir
  1. Secara klasik tampak seprti bayi yang kelaparan, tanda-tanda bayi ny tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, kulit tipis dan kering.
  2. Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak, mudah bergerak dan menangis lemah.
  3. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya karena itu sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi dan sebagainya.
Komplikasi
     Alat tubuh bayi lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus. Dalam hubungan ini sebagian besar kehamilan perinatal terdapat bayi-bayi BBLR (Prawirohardjo, 2006).
Komplikasi yang mungkin terjadi bila bayi lahir dengan BBLR tidak segera ditangani maka sering menjadi masalah yang berat, misalnya kesukaran bernapas, kesukaran pemberian minum, ikterus berat, hipotermi dan infeksi (Saifuddin, 2006).
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain:
  1. Hipotermia
  2. Hipoglikemia
  3. Gangguan cairan dan elektrolit
  4. Hiperbilirubinemia
  5. Sindraoma gawat nafas
  6. Paten duktus arteriosus
  7. Infeksi
  8. Pendarahan intraventrikuler
Dan masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) antara lain:
  1. Gangguan perkembangan
  2. Gangguan pertumbuhan
  3. Gangguan penglihatan (Retinopati)
  4. Gangguan pendengaran
  5. Penyakit paru kronis
  6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
  7. Kenaikan frekuensi bawaan
Prognosis
      Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi makin (makin muda masa gestasi bayi tinggi angka kematian), afiksia/iskemia otok, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan interaventrikuler, displasia bronkopulmonia, retrolental fibroplasias, infeksi, gangguan metabolik (asidosis hipoglikemia, hiperbilubinemia) kadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dll) (Winkjosaatro, 2006).

Pencegahan
Menurut Manuaba (2006), dengan mengetahui berbagai faktor penyebab berat badan lahir rendah dapat dipertimbangkan langkah pencegahan dengan cara:
  1. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur.
  2. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan dan persalinan preterm
  3. Memberi nasehat tentang :
  • Gizi saat hamil
  • Meningkatkan pengertian keluarga berencana internal
  • Memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan segera melakukan konsultasi.
  • Menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi/diobati
Menurut Erlina (2008), pada kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Mencegah/preventif adalah langkah yang penting. Dan hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:
  1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
  2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatanya dan janin dalam kandunganya dengan baik.
  3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinanya pada kurun waktu reproduksi sehat (20-34 tahun).
  4. Perlu dukungan sektor lain yang terikat untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.
Penatalaksanaan
    Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup diluar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi (Winkjosastro, 2006).
a.    Mempertahankan Suhu
     Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada di lingkungan dingin. Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35°C dan untuk bayi berat badan 2-2,5 kg 34°C agar ia dapat mempertahankan suhu tubu sekitar 37°C suhu inkubator  dapat diturukan 1°C perminggu untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2 kg secara berangsur-angsur ia dapat diletakan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27°C-29°C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitar atau dengan memasang lampu petromaks didekatkan pada tempat tidur bayi. Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum, tingkah laku, pernapasan dan kejang (Winkjosastro, 2006).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mengalami hipotermi, sebab itu suhu  tubuhnya harus di pertahankan dengan ketat (Sarwono, 2006)

       Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Setelah lahir adalah mempertahankan suhu bayi agar tetap normal, dan juga sangat rentan terjadinya hiportermi, karena tipisnya cadangan lemak dibawah kulit dan masih belum matangnya pusat pengaturan panas di otak, untuk itu BBLR harus selalu dijaga kehangatanya. Cara paling efektif mempertahakan suhu tubuh normal adalah sering memeluk dan mengendong bayi. 
     Ada suatu cara yang disebut metode kangguru atau atau perawatan bayi lekat, yaitu bayi selalu didekat ibu atau orang lain dengan kontak langsung kulit bayi dengan kulit ibu. Cara lain, bayi jangan segera dimandikan sebelum enam jam BBLR (Kosim, 2007).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mudah dan cepat mengalami hipotermi, kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi relativ lebih luas dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak, dan kekurangan lemak coklat (brown fat) ( Koswara, 2009).

      Bayi prematur dengan cepat akan kehilangan panas dan menjadi hipotermi, karena pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan relativ luas oleh karena itu bayi prematur harus dirawat di dalam indikator sehingga badanya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam indikator maka suhu bayi dengan berat badan, 2 kg adalah 35 °C dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 °C. Bila indikator tidak ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya diletakan botol yang berisi air panas, sehingga panas badanya dapat dipertahankan. (Muhammad, 2008).

b.  Penimbangan Berat Badan
    Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya dan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umunya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau lebih dapat mengisap air susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram bayi diberi minum melalui sonde. Sesudah 5 hari bayi lahir dicoba menyusu pada ibunya, bila daya isap cukup baik maka pemberian air susu ibu diteruskan (Winkjosastro, 2006).

c.   Makanan bayi
     Pada bayi prematur refleks isap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase masih kurang di samping itu kebutuhan protein 3-5 gr perhari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari), agar berat badan bertambah sebaik-baiknya. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia pada umumnya bayi dengan berat badan lahir 2000 gram agar lebih dapat mengisap air susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram diberi minum melalui sonde. Sesudah 5 hari bayi dicoba menyusu pada ibunya, bila daya isap cukup baik maka pemberian air susu diteruskan (Winkjosastro, 2006).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) reflek menelan belum sempurna oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cepat (Sarwono, 2006).

    Alat pencernaan bayi masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 5 gram/kg/BB, dan kalori 110 kal/kg/BB. Sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minuman bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Reflek menghisap masih lemah, sehingga pemberian minuman sebaiknya  sedikit demi sedikit, tetapi dengan frekuensi lebih sering. 
    ASI merupakan makanan yang paling penting sehinga ASI yang paling penting diberikan lebih dahulu, bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde lambung menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50 sampai 60 cc/kg/BB/hari, dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg/BB/hari  (Ahyani, 2006).

     Pertumbuhan juga harus ada cadangan kalori untuk mengejar ketinggalan beratnya. Minuman utama dan pertama adalah Air Susu Ibu (ASI) yang sudah tidak diragukan lagi keutungan atau kelebihanya. Disarankan Bayi menyusu ASI ibunya sendiri, terutama untuk bayi prematur. ASI ibu memang cocok untuknya, karena didalamnya  terkandung  kalori  dan protein tinggi serta elektrolit minimal, Refleks menghisap dan menelan BBLR biasanya masih sanggat lemah, untuk itu diperlukan pemberian ASI peras yang disendokan kemulutnya atau bila sangat terpaksa dengan pipa lambung. 

     Susu formula khusus BBLR, bisa diberikan bila ASI tidak dapat diberikan karena berbagai sebab. Kekurangan minum pada BBLR akan mengakibatkan ikterus atau bayi kuning (Badriul, 2009).
Berat badan rata-rata 2500-4000 gram  kurang dari 2500 gram menunjukan kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi harus diberikan infus. Beri minum dengan tetes ASI/sonde karena reflek menelan BBLR belum sempurna, kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150 ml/kg BB/ hari. (Muhammad, 2008).

d.   Mencegah Infeksi
    Bayi berat lahir rendah mudah sekali terkena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuaan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna, oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas (BBLR), dengan demikan perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik (Manuaba, 2006).
   Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang  bayi (Sarwono, 2006).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat rentan akan infeksi, ini disebabkan oleh karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relativ belum sanggup membantu antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum oleh karena itu, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, termasuk mencuci tanggan sebelum memegang bayi  ( Koswara 2009).

Mencegah kanker sejak dini


Angka Kejadian kanker meningkat dengan pesat sejak 2-3 dasawarsa terakhir ini dan dibarengi dengan kenaikan tingkat kematian.
Banyak fktor resiko yang bisa menimbulkan kanker. Dan pada kanker-kanker tertentu pencegahan dapat dilakukan dengan cara menepis semua faktor yang dapat menimbulkan kanker termasuk faktor yang meningkatkan resiko.

Pola hidup/makan dan kebiasaan seksual yang dapat mencegah timbulnya keganasan ;
  1. Konsumsibanyak sayuran dan buah-buahan.
  2. Minum teh karena banyak mengandung antioksidan.
  3. Membatasi lemak hanya sampai 20 % dari jumlah kalori total.
  4. Makan ikan segar beberapa kali dalam seminggu.
  5. Jauhi makanan yang diasinkan, diasamkan dan diasap.
  6. Hindari minuman beralkohol.
  7. Tingkatkan konsumsi kalsium dengan low-fat dairy product, skim milk, low fat yoghurt.
  8. Banyak makan kedelai, tahu, tempe, susu kedelai.
  9. Konsumsi banyak vitamin dan mineral.
  10. Monogami dan tabukan hubungan seksual yang tidak wajar pada usia muda dan dengan mitra seksual yang banyak.
  11. Dan tentu saja, buanglah kebiasaan merokok atau konsumsi tembakau dengan cara lain.
 Pencegahan kanker dibagi menjadi 3 (Tiga) komponen, Yaitu :
  1. Pencegahan primer 
Yaitu merupakan tindakan intervensi pada proses penyakit dalam tahapan awal. 
Tujuannya adalah menghilangkan faktor penyebab yang diduga dapat menyebabkan kanker. 
Sebagai contoh pencegahan kanker primer yang klasik adalah upaya mengurangi kebiasaan merokok
 Dari perhitungan statistik dapat diperkirakan apabila tidak ada satu orangpun yang merokok maka satu dari tiga kanker akan dapat dicegah.

     2.  Pencegahan sekunder 
Diartikan sebagai usaha mendeteksi penyakit sebelum timbul keluhan.
Dari segi praktis tindakan ini merupakan tindakan penyaringan seperti mammografi dan pap' smear.

Sedangkan yang diartikan denga pencegahan tersier adalah tindakan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyakit dan atau pengobatan terhadap penyakit kanker.

Demikianlah sobat semoga bermanfaat dan tentunya agar kita bisa lebihberhati-hati lagi untuk terhindar dari penyakit kanker ini.



TRAUMA KIMIA PADA MATA

Trauma kimia pada mata
Trauma Kimia
 Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk:
-    Trauma basa atau alkali.
-    Trauma asam.
Dibandingkan bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat merusak dan menembus kornea. Pengaruh bahan kimia sangat tergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata.

TRAUMA BASA ATAU ALKALI
    Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan kaustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
    Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah bertambah kerusakan kolagen mata. Alkali yang menembus kedalam bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.

Bahan alkali yang sering mengakibatkan trauma:
-    Amonia.
-    NaOH.
-    Ca(OH)2.

Gejala klinis pada taruma alkali:

a.    Pada kornea:
  Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia di abad modren. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang segera harus dilakukan untuk mencegah memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit.
  • Membran sal rusak.
  • Terjadi kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa.
  • Tekanan intra okuler meningkat.
  • Hipotoni akan terjadi bila kerusakan pada badan silier.
  • Kornea keruh dalam beberapa menit.
b.    Pada kelopak:
  • Margo palpebra rusak.
  • Kerusakan pada kelenjar air mata, sehingga mata menjadi kering.
c.    Pada konjungtiva:
  • Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang.
d.    Pada lensa mata:
       Lensa keruh.

Klasifikasi luka bakar alkali pada mata:
a.    Menurut klasifikasi Thoft trauma alkali dibedakan dalam:
  1. Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
  2. Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea.
  3. Derajat 3 : hiperemi disetai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
  4. Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
b.    Menurut Hughes luka bakar alkali dibedakan dalam:
1.    Ringan/enteng:
  • Prognosis baik.
  • Terdapat erosi epitel kornea.
  • Kekeruhan yang ringan pada kornea.
  • Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva.
2.    Sedang:
  • Prognosis baik.
  • Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci.
  • Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea.
3.    Berat:
  • Prognosis buruk.
  • Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat.
  • Konjungtiva dan sklera pucat.

Penatalaksanaan:
-    Lakukan irigasi dengan air selama 30 menit sebanya 2000 ml, lebih lama lebih baik.
-    Periksa dengan kertas lakmus; pH normal air mata 7,3.
-    Lakukan debredemen (pengeluaran benda asing).
-    Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
-    Berikan beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma.
-    Berikan steroid untuk menekan peradangan.
-    Kolagenase inhibitor untuk menghalangi efek kolagenase.
-    Vitamin C untukl pembentukan kolagen.
-    Verban pada mata dan air mata buatan.
-    Keratoplasti.

TRAUMA ASAM
    Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun pengumpalan bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Bahan asam dengan konsentrasi berat dapat bereaksi seperti terhadap basa.
    Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksi sangat mirip dengan trauma basa. Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam pengelihatan akan normal kembali.

Bahan asam yang menyebabkan trauma:
-    HCl.
-    H2SO4.
-    Dan lain-lain.

Gejala klinis:
-    Konjungtiva bulbi hiperemi dan perdarahan.
-    Tekanan Intra Okuler meningkat.
-    Tukak kornea.

Penatalaksanaan
Sama dengan penatalaksanaan pada trauma basa atau alkali.


PROSES KEPERAWATAN
a.    Pengkajian/anamnesis:
1.    Keluhan utama:
     Kapan kejadian mata terkena cairan kimia, nyeri, pandangan kabur/tidak bisa melihat, air mata kering, perdarahan, zat yang menyebabkan trauma.

2.    Riwayat kesehatan dahulu:
   Adakah kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, hilangnya daerah pengelihatan soliter (skotoma, mioma, hiperopia).

Perlu juga mengkaji status okiler umum pasien seperti:
  • Apakah mengenakan kaca mata atau lensa kontak?
  • Apakah sedang mendapatkan asihan teratur seorang ahli oftalmologi?
  • Kapan pemeriksaan mata terakhir?
  • Apakah tekanan mata diukur?
  • Apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?
  • Apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?
  • Bagaimana dengan masaalah membedakan warna, atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
  • Apakah pasien pernah mengalami cidera mata atau infeksi pada mata? Bila ya, kapan?
  • Masalah mata apa yang terdapat dalam keluarga pasien?
3.    Pemeriksaan fisik:
       Dilakukan pemeriksaan fisik dari ujung kepala sampai ujung kaki seperti pada kasus umum lainnya, hanya saja pada kasus mata perlu lebih dikaji mengenai :
  • Apakah terjadi pada satu atau kedua mata?
  • Kerusakan membran sel pada mata.
  • Kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa.
  • Tekanan intre okuler meningkat.
  • Hipotoni.
  • Kekeruhan kornea. Kerusakan margo palpebra.
  • Kerusakn pada kelenjar air mata. Mata kering.
  • Sekressi musin konjungtiva bulbi berkurang.
  • Lensa keruh.
  • Perdarahan pada mata.
  • Tukak kornea.
b.    Diagnosis keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama klien meliputi:
  1. Nyeri berhubungan dengan cidera, inflamasi, peningkatan TIO atau intervensi bedah.
  2. Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan pengelihatan dan kehilangan otonom.
  3. Perubahan sensoris/persepsi (visual), yang berubungan dengan trauma okuler.
  4. Kurang pengetahuan mengenai perawatan praoperasi dan pascaoperasi.
  5. Kurang perawatan  diri yang berhubungan dengan kerusakan pengeliihatan.
  6. Isolasi sosial yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivita pengalih dan aktivitas sosial sekunder akibat kerusakan penglihatan.
c.    Intervensi. 
Diagnosa 1: Nyeri.
1.    Gunakan balutan maata untuk membatasi pergerakan bola mata.
2.    Istirahatkan mata yang tidak terkena trauma.
3.    Berikan ruangan dengan pencahayaan yang lebih gelap dari yang diperlukan..
4.    Instruksikan pasien untuk menghindari membaca bebrapa waktu setelah trauma.
5.    Kolaborasi dengan tim medis guna pemberian analgetik dan antibiotik .

Diagnosa 2: Ketakutan dan ansietas
1.    Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik pada pasien.
2.    Jelaskan diagnosis dan rencana penanganan pada pasien.
3.    Libatkan pasien dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan.
4.    Berikan perasaan kontrol dan otonom pada pasien atas asuhan keperawatan untuk dirinya.

Diagnosa 3: Deprivasi sensoris.
1.    Berikan reorientasi kepada pasien secara berkala trhadap realitas dan lingkungan.
2.    Berikan jaminan, penjelasan dan pemahaman atas status asuhan pasien saat ini.
3.    Setiap orang yang masuk kamar pasien harus berbicara dan memperkenalkan diri guna menghindari pasien terkejut.

Diagnosa 4: Kurang pengetahuan

1.    Jelaskan pada pasien tentang keadaannya sakitnya.
2.    Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan.
3.    jelaskan pada pasien apa yang harus ia lakukan dalam pelaksanaan pengobatan.

Diagnosa 5: Kurang perawatan diri
1.    Dorong pasien untuk melakukan peraawatan diri sebanyak mungkin.
2.    Berikan bantuan jika perlu.
3.    Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
4.    Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien kedekat tempat tidur.

Diagnosa 6: Isolasi sosial
1.    Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
2.    Bantu pasien berjalan melakukan koping dan menyesuaikan diiri terhadap lingkungan.
3.    Dorong pasien untuk menerima pengunjung dan bersosialisasi.
4.    Beri aktivitas pengalihan sesuai ketertarikan pasien.
5.    Libatkan keluarga dalam membangun rasa percaya diri pasien.

Referensi :
Elkington A.R., dan Khaw P.T., 2000. Petunjuk Penting: Kelainan Mata (ABC of Eyes). Jakarta. EGC.
Hidayat R.S., dan Jong W.D., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta EGC.
Ilyas S., 2003. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
        Indonesia.
Roper M.J., dan Hall. 1995. Kedaruratan Mata (Eye Emergencies). Jakarta. Hipokrates.
Smeltzer S.C., dan Bare B.G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth Edisi
        8. Jakarta. EGC

Penyakit TBC (Tuberculosis ) Paru


2.1    Tuberkulosis Paru

Tuberculosis Paru
TB_Paru

2.1.1    Pengertian
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru tapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. (Depkes, 2008)

2.1.2     Kuman Tuberkulosis    
Kuman  ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnan. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman Tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. (Depkes, 2008)
   
2.1.3    Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru
        Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam (Depkes RI, 2008).

Seseorang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar diparu bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

Daya penularan dari seorang penderita di tentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru-parunya. Makin tinggi derajat positip hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman) maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang menderita tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. (Depkes RI, 2009)

2.1.4    Risiko Penularan
        Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita Tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita Tuberkulosis. Maka dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan arti 1%, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita Tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif (Depkes RI, 2009).

2.1.5    Penegakkan Diagnosis
           Batuk lebih dari 3 minggu  setelah dicurigai kontak dengan penderita  Tuberkulosis dapat diduga sebagai Tuberkulosis. Dengan pemeriksaan yang sistematis, intensif dan berulang kali serta  berdasarkan pengertian pada perjalanan penyakit tuberkulosis  maka penderita tuberkulosis akan lebih mudah ditegakkan. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pemeriksaan yaitu: Gejala klinis, pemeriksaan fisik, tes tuberkulin, radiology dan pemeriksaan sputum  (Depkes RI, 2001 ).

a.    Gambaran Klinis Penyakit Tuberkulosis Paru.
Menurut Depkes RI (2002), gambaran Klinis pada Tuberkulosis paru sangat bervariasi. Keluhan yang sering muncul adalah:
1)    Batuk
Gejala ini paling banyak dijumpai dan sering ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronchus untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk terjadi setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru-paru setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Batuk yang terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih perlu diwaspadai penderita tersangka Tuberkulosis.

2)    Demam
Demam biasanya subfibril menyerupai demam influenza. Keadaan ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. Panas badan dapat mencapai 40-41 0C.

3)    Sesak Napas

Pada penyakit yang masih ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru.

4)    Nyeri Dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5)    Malaise

Gejala malaise yang sering ditemukan  berupa anaroksia, penurunan berat badan, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.
Jika menderita gejala diatas  batuk yang tidak sembuh-sembuh selama 3 minggu, demam, berkeringat dingin dimalam hari serta cepat lelah dan diperkuat dengan riwayat kontak dengan seseorang penderita tuberkulosis. Sebaiknya cepat memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan dan perlu dilakukan pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung. Pada kondisi kronis Tuberkulosis mempunyai gejala batuk darah disertai sakit di dada.


b.    Pemeriksaan Fisik
     Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat tergantung dari derajat berat ringannya penyakit, tidak jarang keadaan umum penderita baik sekali dan tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan fisik. Pada penderita yang sudah parah biasanya keluhan buruk, kurus sekali dan dapat dijumpai kelainan pada pemeriksaan fisik paru. Pada pemeriksaan fisik harus kita perhatikan kelainan yang sering dijumpai, pertama adalah pembesaran kelenjar dileher, kedua kita perhatikan tempat predileksi Tuberkulosis yaitu daerah apek dan segmen apical lobus bawah yang kira-kira letaknya dipertengahan punggung (Depkes RI, 2002).

c.   Tes Tuberkulin
     Tes kulit dapat mengidentifikasi seseorang yang telah terinfeksi pada suatu saat oleh Mycobacterium tuberculosis, namun tidak dapat membedakan antara penyakit yang sedang berlangsung dengan keadaan pasca infeksi.   Suatu hasil tes yang positif tidak selalu diikuti dengan penyakit, demikian juga dengan hasil tes negatif tidak selalu menyingkirkan Tuberculosis. Tes tuberkulin ini mungkin hanya berguna dalam menentukan diagnosis daripada penderita yang dahaknya negatif (terutama anak-anak yang mempunyai kontak dengan seseorang penderita Tuberkulosis yang menular) (Suparman dan Waspadji, 1990).

Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantoux (Penyuntikan intra kutan) dengan spuit tuberkulin 1 cc, pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan ulang (Suparman dan Waspadji, 1990).

d.   Pemeriksaan Radiologi
   Pada saat ini pemeriksaan radiology dada merupakan cara yang praktis untuk mendiagnosis tuberculosis pada penderita suspek dengan hasil pemerikasaan sputum negatif. Untuk mendiagnosis pasti tuberculosis berdasarkan pada pemeriksaan radiologis, hasilnya harus dibaca oleh dokter yang telah berpengalaman (Depkes RI, 2002).

d.  Pemeriksaan Sputum
    Pemeriksaan sputum secara mikroskopik merupakan pemeriksaan yang paling     sederhana, mudah, dan dapat dilaksanakan di puskesmas dengan pemeriksaan yang sangat spesifik dan cukup sensitif. Tetapi tidak mudah mendapatkan sputum terutama penderita yang tidak batuk produktif (Depkes, 2001)
Mycobacterium tuberkulosis berbentuk batang mempunyai sifat yaitu tahan      terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol oleh karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Untuk mengurangi kesulitan menemukan BTA, maka kualitas dan kuantitas sputum harus baik. (Depkes, 2001).
    Sputum yang baik harus berjumlah 3-5 ml, kental, berwarna kuning kehijau-hijauan dan bukan ludah. Sputum dikumpulkan dalam 2 hari berurutan yaitu sputum sewaktu, pagi, sewaktu. Pada hari pertama waktu penderita datang dengan keluhan suspek tuberkulosis, penderita mengumpulkan sputum sebagai spesimen pertama berupa sputum sewaktu. Kemudian penderita diberi pot sputum yang diisi pada esok harinya setelah bangun tidur sebagai spesimen kedua berupa dahak pagi. Kemudian hari kedua saat menyerahkan sputum pagi, penderita mengumpulkan sputum sebagai spesimen ketiga berupa sputum sewaktu (Depkes, 2001).

2.1.6.   Klasifikasi Tuberkulosis
Menurut Depkes RI (2002), ada beberapa cara pengklasifikasian penyakit Tuberkulosis, yaitu:
a.    Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak:
1)    Pasien dengan BTA Positif
  • Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis   ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan
  • Mikroskopik  positif, radiology positif
  • Mikroskopik positif, biakan positif
2)    Pasien dengan BTA Negatif
  • Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya  secara miroskopik tidak    ditemukan  BTA sedikitnya 2x pemeriksaan
  • Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik tidak  ditemukan BTA sama sekali, tetapi ada biakan yang positif.
b.    Berdasarkan Tipe Penderita
1)  Kasus Baru
    Penderita Tuberkulosis yang belum pernah diobati atau sudah pernah minum OAT kurang dari satu bulan.
2) Kambuh (Relaps)
    Penderita Tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA.
3) Pindah (Transfer In)
    Penderita dalam pengobatan OAT pindah dari Kabupaten lain.
4) Setelah lalai (Setelah Default)
   Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
5)    Lain-lain:
a)    Gagal
  • Penderita BTA positif  yang masih tetap positif atau kembali pada akhir  bulan ke 5 atau lebih.
  • Penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
b)    Kasus kronik
     Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif setelah pengobatan ulang dengan kategori 2.

2.1.7.  Pengobatan Tuberkulosis
     Pengobatan Tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan penularan. Pengobatan akan diberikan setelah dignosis ditegakkan. Obat diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan. Apabila panduan obat digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman Tuberkulosis akan berkembang menjadi kuman kebal obat pada resisten. Untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin ketaatan penderita minum obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung menelan obat untuk jangka pendek (DOTS = Directly  Observed Treatment Short-Cource). Pengobatan Tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap  yaitu: tahap intensif dan lanjutan (Depkes RI, 2008).

2.2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru
2.2.1.  Umur
        Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur (Notoadmodjo, 2003).

Faktor umur diduga kuat memiliki hubungan dengan terjadinya kasus penyakit Tuberkulosis.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 75% penderita Tuberkulosis adalah kelompok usia produktif (15 – 50) tahun. Orang-orang pada usia produktif biasanya memiliki lebih banyak aktivitas yang mengharuskan bertemu dengan banyak orang sehingga kemungkinan tertular dari penderita lain juga lebih besar.  Pada usia produktif tersebut, biasanya juga banyak yang memiliki kebiasaan merokok yang merupakan salah satu faktor resiko kejadian penyakit Tuberkulosis (Depkes RI,2002).
                                                                                                  
2.2.2. Jenis Kelamin
         Di Afrika penyakit Tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita Tuberkulosis laki-laki hampir dua kali lipat dibanding perempuan, yaitu 42,34 % pada laki-laki dan 28,92 % pada perempuan (WHO, 1998).
Berdasarkan penelitian Astuti (1998) jumlah penderita laki-laki lebih besar dari pada penderita perempuan hal ini dimungkinkan karena kebiasaan merokok pada laki-laki dan istirahat yang tidak teratur.

2.2.3.    Pendidikan
      Tingkat pendidikan yang diperoleh seseorang dari bangku sekolah dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin tinggi pula tingkat pengetahuan tetang  kesehatan terutama dalam upaya pencegahan penyakit seperti penyakit tuberkulosis. Pendidikan yang rendah sangat mempengaruhi dalam mendeteksi penyakit hal ini merupakan salah satu hambatan yang menyebabkan kegagalan dalam pengobatan dan pemberantasan tuberkulosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan rendah mempunyai kemungkinan 1,49 kali untuk terjadinya penyakit tuberkulosis dibandingkan dengan pendidikan tinggi. (Yanti, 2005).

2.2.4.    Pekerjaan
Dalam hubungannya dengan kemungkinan terjadinya suatu penyakit, pekerjaan dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Penyakit karena debu misalnya silicosis paru, merupakan akibat langsung terhadap para pekerja. Sedangkan pengaruh tidak langsung dapat terjadi apabila lingkungan sosial ekonomi kurang baik biasanya tingkat penghasilannya pun rendah, hal ini merupakan salah satu penyebab kurang dimanfaatkannya pelayanan kesehatan yang ada, mungkin karena tidak cukup uang untuk membeli obat, transportasi dan sebagainya (Astuti, 1998).
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan, misalnya :
  1. Adanya faktor lingkungan yang langsung menimbulkan kesakitan misaal bahan kimia, gas beracun, radiasi, dll.
  2. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress.
  3. Ada tidaknya gerak badan didalam pekerjaan
  4. Berada dalam suatu tempat yang sempit.
Penyakit karena cacing tambang telah diketahui mempunyai kaitan dengan pekerja tambang (Astuti, 1998).

2.2.5.   Ekonomi Keluarga
      Merupakan suatu kenyataan yang diterima bahwa jenjang pekerjaan dan status ekonomi  mempunyai hubungan yang jelas  dengan kematian akibat tuberculosa dan kesakitannya. Secara  ekonomi, penyebab utama berkembangnya kuman-kuman tuberculosis di Indonesia  disebabkan masih rendahnya pendapatan per kepala, kurang terpeliharanya gizi dan nutrisi serta hal-hal lain yang menyangkut buruknya lingkungan. Sementara akibat yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat merugikan ekonomi penderitanya. Gambaran tersebut sejalan dengan kenyataan bahwa pada umumnya yang terserang penyakit Tuberkulosis adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah (Depkes RI, 2008).

2.2.6.  Ventilasi
        Ventilasi adalah lubang penghawaan pada ruangan agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi baik. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan (KEPMENKES) RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai dan sebaiknya udara yang masuk adalah udara segar dan bersih (Notoadmodjo, 2003).
2.2.7.  Pencahayaan Matahari
       Pencahayaan matahari adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan luas jendela yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan (KEPMENKES) RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas jendela minimal 15%-20% dari luas lantai rumah. Pencahayaan matahari yang baik adalah pencahayaan yang memberikan kesempatan cahaya matahari untuk masuk ± 60 lux ke dalam dan tidak menyilaukan sehingga cahaya matahari mampu membunuh kuman-kuman patogen. Jika pencahayaan kurang sempurna akan mengakibatkan ketegangan mata (Notoadmodjo, 2003).
    
2.2.8.Kebiasaan Merokok
        Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berhubungan erat dengan terjadinya serta proses perjalanan penyakit Tuberkulosis. Penelitian menunjukkan adanya hubungan bermakna antara prevalensi reaktivitas tes tuberkulin (tes untuk mengetahui seseorang terinfeksi Tuberkulosis) dan kebiasaan merokok.  Mereka yang merokok 3 – 4 kali lebih sering positif tesnya, artinya 3 – 4 kali lebih sering terinfeksi Tuberkulosis daripada yang tidak merokok.  Penelitian yang lain menunjukkan hubungan antara kebiasaan merokok dengan aktif tidaknya penyakit Tuberkulosis, serta faktor resiko terjadinya Tuberkulosis pada dewasa muda, dan terdapat dose-response relationship dengan jumlah rokok yang dihisap per harinya.  Penelitian lain menemukan bahwa anak yang terpapar asap rokok (perokok pasif) lebih sering menderita Tuberkulosis (Aditama, 2003).
      Kebiasaan merokok menjadi faktor resiko karena kebiasaan merokok akan merusak mekanisme pertahanan paru yang disebut muccociliary clearance.  Bulu-bulu getar dan bahan lain di paru tidak mudah “membuang” infeksi yang sudah masuk karena bulu getar dan alat lain di paru rusak akibat asap rokok.  Selain itu, asap rokok meningkatkan tahanan jalan nafas (airway resistance) dan menyebabkan  mudah bocornya pembuluh darah di paru, juga akan merusak makrofag yang merupakan sel yang dapat memakan bakteri pengganggu.  Asap rokok juga diketahui dapat menurunkan respons terhadap antigen sehingga kalau ada benda asing masuk ke paru tidak lekas dikenali dan dilawan.  Berdasarkan hasil penelitian, kebiasaan merokok meningkatkan angka kematian akibat Tuberkulosis sebesar 2.8 kali (Aditama, 2003).
Dari beberapa teori yang telah dikemukakan, maka peneliti mencoba menerapkan faktor-faktor tersebut dalam teori Gordon dan Le Richt (1950) dalam Azrul Azwar (1999), yang secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:







Apakah Kolesterol itu ?

Kolesterol ? 
Kolesterol

Kolesterol merupakan salah satu bagian dari profil lipid yang memiliki peranan penting. Kolesterol selain berkaitan dengan lipoprotein dalam hal ini menjadi bentuk LDL, HDL, VLDL, Kilomikron, dan IDL, kolesterol total juga berkaitan dengan Apolipoprotein. Apolipoprotein (Apos) adalah protein yang membantu melarutkan inti lipid dan regulasi plasma lipis dan transportasi lipoprotein.

Apolipoprotein berada pada permukaan lipoprotein. Apo B100 sangat penting pada sekresi Hepatik-Derived VLDL, intermediate-density lipoprotein (IDL), dan Low Density lipoproteins LDLs). Apo B48 adalah bentuk dari Apo B100 yang penting untuk sekresi kilomikron dari usus halus. Apo A-I adalah struktur protein utama dalam high density lipoprotein (HDL). Apo A-I juga penting sebagai aktifator pada enzim plasma, lesitin


kolesterol-asl transferase, yang berperan sebagai kunci dalam transport kebalikan kolesterol.
jadi selain dari lipoprotein, kolesterol, dan trigliserida. Apolipoprotein memiliki peran yang cukup penting. saat ini, kita juga dapat melakukan pengukuran kadar apolipoprotein untuk mengetahui lebih detai mengenai suatu masalah lipid yang terjadi dalam tubuh kita. seperti pengukuran Apo.B dapat mengindikasikan kondisi dislipidemia yang terjadi apakah bersifat aterogenik atau tidak.

Kolesterol Tinggi ?
Kolesterol memang dibutuhkan oleh tubuh, tapi sebenarnya tanpa asupan kolesterol dari luar pun kebutuhannya sudah terpenuhi dengan baik. Karena 80 persen kolesterol dihasilkan dari dalam tubuh (organ hati) dan 20 persen sisanya dari makanan.

Tapi sayangnya banyak orang mengalami kolesterol tinggi gara-gara makanan dan gaya hidupnya. Seseorang dikatakan memiliki kadar kolesterol normal jika ukurannya 160-200 mg sedangkan masuk kondisi berbahaya jika sudah di atas 240 mg karena bisa menyebabkan stroke.
Orang yang mengalami kolesterol tinggi kadang tidak menunjukkan gejala khusus. Tapi ada ciri-ciri khusus pada orang yang kena kolesterol tinggi yaitu:

1. Rasa sakit atau pegal di tengkuk kepala bagian belakang.
2. Pegal ini juga sampai ke pundak
3. Kaki bengkak
4. Mudah capai
5. Gampang mengantuk.

Yang paling akurat untuk mengetahui apakah orang menderita kolesterol tinggi atau tidak tentu saja dengan tes laboraorium. Jika kadar kolesterol melebihi 240 mg, itu artinya sudah batas peringatan yang harus diturunkan.

Seseorang dikatakan memiliki kadar kolesterol normal jika ukurannya 160-200 mg sedangkan masuk kondisi berbahaya jika sudah di atas 240 mg karena bisa menyebabkan stroke.

Seperti dikutip Livestrong, Selasa (6/12/2011), meskipun kolesterol tinggi itu sendiri tidak secara langsung menyebabkan kelelahan, tapi kondisi-kondisi yang ditimbulkan dapat membuat orang lebih mudah lelah alias capai.

Kolesterol tinggi juga memiliki dampak pada tubuh. Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Risiko terburuknya, gumpalan-gumpalan lemak bisa menyumbat aliran darah sehingga bisa memicu kematian akibat serangan jantung atau stroke.

Masalah kolesterol tinggi dialami ratusan juta orang di seluruh dunia. Penyebab utamanya kebanyakan adalah karena makanan. Tapi selain makanan ada penyebab lain yang patut Anda ketahui.

Tujuh penyebab kolesterol tinggi yang dialami kebanyakan orang seperti dilansir dari Health.com adalah:

1. Makanan sehari-hari
Kolesterol umumnya berasal dari lemak hewani seperti daging kambing, meski tidak sedikit yang berasal dari lemak nabati seperti santan dan minyak kelapa. Beberapa makanan yang selama ini diyakini sehat seperti telur, juga banyak mengandung kolesterol.

Makanan yang terlalu banyak lemak jenuh bisa menyebabkan kolesterol tinggi, sehingga disarankan untuk bijak mengonsumsi makanan sehari-hari agar tidak berlebih.

Mulailah menata makanan seperti daging sapi, kambing, susu, telur, mentega dan keju karena mengandung lemak jenuh.

Makanan yang mengandung minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau mentega juga memiliki banyak lemak jenuh. Lemak jenuh juga sering didapati pada makanan ringan yang mengandung margarin, yang menggunakan minyak goreng dan kue-kue.

2. Berat badan
Berat badan berlebih tidak hanya mengganggu penampilan tapi lebih banyak efek buruk kesehatannya. Kelebihan berat badan dapat meningkatkan trigliserida dan menurunkan HDL (kolesterol baik).

3. Kurang bergerak
Tubuh manusia didesain untuk selalu bergerak sehingga sangat dianjurkan untuk banyak bergerak. Coba perhatikan apakah kegiatan Anda lebih banyak duduk atau tidur dan jarang berjalan kaki. Kurang bergerak dapat meningkatkan LDL (kolesterol jahat) dan menurunkan HDL (kolesterol baik).

4. Umur dan jenis kelamin
Setelah mencapai usia 20 tahun, kadar kolesterol biasanya cenderung naik. Pada pria, kadar kolesterol umumnya terus menerus meningkat setelah usia 50 tahun. Pada wanita, kadar kolesterol tinggal akan turun saat menopause, setelah itu kolesterolnya cenderung tinggi seperti pada pria.

5. Penyakit tertentu
Bisa saja Anda sudah berusaha menjauhi makanan berlemak tapi ternyata kolesterol masih tinggi. Memiliki penyakit tertentu seperti diabetes atau hipotiroidisme dapat menyebabkan kolesterol tinggi.

6. Sejarah keluarga
Jika salah satu anggota keluarga punya masalah kolesterol tinggi maka berhati-hatilah karena risiko Anda memiliki kolesterol tinggi juga bisa terjadi.

7. Merokok
Merokok dapat menurunkan kolesterol baik Anda sehingga yang beredar di tubuh hanya kolesterol jahat. Kolesterol jahat ini jika jika tidak dikendalikan bisa berakibat fatal.

Beberapa tips untuk menurunkan kadar kolesterol yang tinggi dalam darah adalah :
  1. Berolahraga secara teratur agar dan memperbanyak aktivitas fisik minimal jalan kaki tiap hari 30-40 menit agar terjadi pembakaran lemak dan kalori
  2. Turunkan berat badan agar tetap seimbang dan proporsional (pertahankan berat badan ideal)
  3. Menghindari  minuman bersoda, beralkohol dan merokok
  4. Mengurangi karbohidrat dan asupan makanan dengan kadar lemak jenuh
  5. Memperbanyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan mengandung fitosterol karena fitosterol seperti  kacang tanah, kedelai, apel, pisang, anggur, melon, buncis, brokoli, kembang kol, gandum dan beras merah  karena bahan makanan ini berserat tinggi dan dapat menghambat penyerapan kolesterol pada usus.
  6. Hanya menkonsumsi susu skim, keju, krim asam dan yogurt yang rendah lemak (sesekali)
  7. Mengurangi konsumsi daging yang berlemak
  8. Menghindari makanan yang banyak mengandung lemak dan kaya akan kolesterol misalnya kentang goreng dan makanan cepat saji lainnya seperti tortilla, hotdog, burger, kue kering dan hidangan pencuci mulut lainnya
  9. Hindari makanan yang diolah dengan cara menggoreng tap konsumsilah makanan yang direbus, dipanggang ataupun dibakar.
Beberapa makanan yang dapat menurunkan kolesterol secara cepat :
  1. Gandum : seorang ahli nutris yang bernama  Colleen Pierre, R.D dari Sports Medicine Center at Union Memorial Hospital, di Baltomore, merekomendasikan bahwa gandum berkhasiat untuk menurunkan kolesterol karena bahan makanan ini kaya akan serat dan juga mudah larut.
  2. Buncis : Sayuran ini juga merupakan salah satu sumber serat yang mudah larut dan melancarkan sistem pencernaan.
  3. Wortel : Menurut Tory Hudson, N.D yang menjadi salah satu penulis The Women’s Encyclopedia of Natural Medicine menyatakan meskipun wortel bukan sumber makanan serat larut yang baik  namun dari hasil penelitian membuktikan jika mengkonsumsi disaat sarapan sedikitnya sepotong wortel mentah akan menurunkan kolesterol hingga 11% karena wortel ini mengandung serat yang tidak larut yang bermanfaat dalam membantu melancarkan fungsi pencernaan, serta mempercepat proses berkurangnya kolesterol dalam tubuh.
  4. Minyak Zaitun : menurut Bettye Nowlin, M.P.H., R.D (ahli nutrisi dari Los Angeles) menyatakan bahwa minyak zaitun mengandung asam lemak tak jenuh tunggal yang ketika menjadi bagian dari sebuah lemak rendah akan berfungsi membantu mengatur kadar kolesterol.
  5. Kedelai : Bahan makanan ini memang sangat kaya akan serat, anda dapat menkonsumsinya secara langsung ataupun dalam bentuk olahan seperti dicampur dengan sayur ataupun terlebih dahulu  diolah menjadi tahu, tempe, susu kedelai dan lain-lain.


Popular Posts

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. PENKES - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger