Trauma Kimia |
Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk:
- Trauma basa atau alkali.
- Trauma asam.
Dibandingkan bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat merusak dan menembus kornea. Pengaruh bahan kimia sangat tergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata.
TRAUMA BASA ATAU ALKALI
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan kaustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah bertambah kerusakan kolagen mata. Alkali yang menembus kedalam bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.
Bahan alkali yang sering mengakibatkan trauma:
- Amonia.
- NaOH.
- Ca(OH)2.
Gejala klinis pada taruma alkali:
a. Pada kornea:
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia di abad modren. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang segera harus dilakukan untuk mencegah memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit.- Trauma basa atau alkali.
- Trauma asam.
Dibandingkan bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat merusak dan menembus kornea. Pengaruh bahan kimia sangat tergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata.
TRAUMA BASA ATAU ALKALI
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan kaustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah bertambah kerusakan kolagen mata. Alkali yang menembus kedalam bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita.
Bahan alkali yang sering mengakibatkan trauma:
- Amonia.
- NaOH.
- Ca(OH)2.
Gejala klinis pada taruma alkali:
a. Pada kornea:
- Membran sal rusak.
- Terjadi kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa.
- Tekanan intra okuler meningkat.
- Hipotoni akan terjadi bila kerusakan pada badan silier.
- Kornea keruh dalam beberapa menit.
b. Pada kelopak:
- Margo palpebra rusak.
- Kerusakan pada kelenjar air mata, sehingga mata menjadi kering.
c. Pada konjungtiva:
- Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang.
d. Pada lensa mata:
Lensa keruh.
Lensa keruh.
Klasifikasi luka bakar alkali pada mata:
a. Menurut klasifikasi Thoft trauma alkali dibedakan dalam:
- Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
- Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea.
- Derajat 3 : hiperemi disetai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
- Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
b. Menurut Hughes luka bakar alkali dibedakan dalam:
1. Ringan/enteng:
1. Ringan/enteng:
- Prognosis baik.
- Terdapat erosi epitel kornea.
- Kekeruhan yang ringan pada kornea.
- Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva.
2. Sedang:
- Prognosis baik.
- Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci.
- Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea.
3. Berat:
- Prognosis buruk.
- Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat.
- Konjungtiva dan sklera pucat.
Penatalaksanaan:
- Lakukan irigasi dengan air selama 30 menit sebanya 2000 ml, lebih lama lebih baik.
- Periksa dengan kertas lakmus; pH normal air mata 7,3.
- Lakukan debredemen (pengeluaran benda asing).
- Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
- Berikan beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma.
- Berikan steroid untuk menekan peradangan.
- Kolagenase inhibitor untuk menghalangi efek kolagenase.
- Vitamin C untukl pembentukan kolagen.
- Verban pada mata dan air mata buatan.
- Keratoplasti.
TRAUMA ASAM
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun pengumpalan bahan protein permukaan. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Bahan asam dengan konsentrasi berat dapat bereaksi seperti terhadap basa.
Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksi sangat mirip dengan trauma basa. Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam pengelihatan akan normal kembali.
Bahan asam yang menyebabkan trauma:
- HCl.
- H2SO4.
- Dan lain-lain.
Gejala klinis:
- Konjungtiva bulbi hiperemi dan perdarahan.
- Tekanan Intra Okuler meningkat.
- Tukak kornea.
Penatalaksanaan
Sama dengan penatalaksanaan pada trauma basa atau alkali.
PROSES KEPERAWATAN
a. Pengkajian/anamnesis:
1. Keluhan utama:
Kapan kejadian mata terkena cairan kimia, nyeri, pandangan kabur/tidak bisa melihat, air mata kering, perdarahan, zat yang menyebabkan trauma.
2. Riwayat kesehatan dahulu:
Adakah kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, hilangnya daerah pengelihatan soliter (skotoma, mioma, hiperopia).
Perlu juga mengkaji status okiler umum pasien seperti:
- Apakah mengenakan kaca mata atau lensa kontak?
- Apakah sedang mendapatkan asihan teratur seorang ahli oftalmologi?
- Kapan pemeriksaan mata terakhir?
- Apakah tekanan mata diukur?
- Apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?
- Apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?
- Bagaimana dengan masaalah membedakan warna, atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
- Apakah pasien pernah mengalami cidera mata atau infeksi pada mata? Bila ya, kapan?
- Masalah mata apa yang terdapat dalam keluarga pasien?
3. Pemeriksaan fisik:
Dilakukan pemeriksaan fisik dari ujung kepala sampai ujung kaki seperti pada kasus umum lainnya, hanya saja pada kasus mata perlu lebih dikaji mengenai :
Dilakukan pemeriksaan fisik dari ujung kepala sampai ujung kaki seperti pada kasus umum lainnya, hanya saja pada kasus mata perlu lebih dikaji mengenai :
- Apakah terjadi pada satu atau kedua mata?
- Kerusakan membran sel pada mata.
- Kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa.
- Tekanan intre okuler meningkat.
- Hipotoni.
- Kekeruhan kornea. Kerusakan margo palpebra.
- Kerusakn pada kelenjar air mata. Mata kering.
- Sekressi musin konjungtiva bulbi berkurang.
- Lensa keruh.
- Perdarahan pada mata.
- Tukak kornea.
b. Diagnosis keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama klien meliputi:
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama klien meliputi:
- Nyeri berhubungan dengan cidera, inflamasi, peningkatan TIO atau intervensi bedah.
- Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan pengelihatan dan kehilangan otonom.
- Perubahan sensoris/persepsi (visual), yang berubungan dengan trauma okuler.
- Kurang pengetahuan mengenai perawatan praoperasi dan pascaoperasi.
- Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan pengeliihatan.
- Isolasi sosial yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivita pengalih dan aktivitas sosial sekunder akibat kerusakan penglihatan.
c. Intervensi.
Diagnosa 1: Nyeri.
1. Gunakan balutan maata untuk membatasi pergerakan bola mata.
2. Istirahatkan mata yang tidak terkena trauma.
3. Berikan ruangan dengan pencahayaan yang lebih gelap dari yang diperlukan..
4. Instruksikan pasien untuk menghindari membaca bebrapa waktu setelah trauma.
5. Kolaborasi dengan tim medis guna pemberian analgetik dan antibiotik .
Diagnosa 2: Ketakutan dan ansietas
1. Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik pada pasien.
2. Jelaskan diagnosis dan rencana penanganan pada pasien.
3. Libatkan pasien dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan.
4. Berikan perasaan kontrol dan otonom pada pasien atas asuhan keperawatan untuk dirinya.
Diagnosa 3: Deprivasi sensoris.
1. Berikan reorientasi kepada pasien secara berkala trhadap realitas dan lingkungan.
2. Berikan jaminan, penjelasan dan pemahaman atas status asuhan pasien saat ini.
3. Setiap orang yang masuk kamar pasien harus berbicara dan memperkenalkan diri guna menghindari pasien terkejut.
Diagnosa 4: Kurang pengetahuan
1. Jelaskan pada pasien tentang keadaannya sakitnya.
2. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan.
3. jelaskan pada pasien apa yang harus ia lakukan dalam pelaksanaan pengobatan.
Diagnosa 5: Kurang perawatan diri
1. Dorong pasien untuk melakukan peraawatan diri sebanyak mungkin.
2. Berikan bantuan jika perlu.
3. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
4. Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien kedekat tempat tidur.
Diagnosa 6: Isolasi sosial
1. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
2. Bantu pasien berjalan melakukan koping dan menyesuaikan diiri terhadap lingkungan.
3. Dorong pasien untuk menerima pengunjung dan bersosialisasi.
4. Beri aktivitas pengalihan sesuai ketertarikan pasien.
5. Libatkan keluarga dalam membangun rasa percaya diri pasien.
1. Gunakan balutan maata untuk membatasi pergerakan bola mata.
2. Istirahatkan mata yang tidak terkena trauma.
3. Berikan ruangan dengan pencahayaan yang lebih gelap dari yang diperlukan..
4. Instruksikan pasien untuk menghindari membaca bebrapa waktu setelah trauma.
5. Kolaborasi dengan tim medis guna pemberian analgetik dan antibiotik .
Diagnosa 2: Ketakutan dan ansietas
1. Jelaskan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik pada pasien.
2. Jelaskan diagnosis dan rencana penanganan pada pasien.
3. Libatkan pasien dalam setiap tindakan dan pengambilan keputusan.
4. Berikan perasaan kontrol dan otonom pada pasien atas asuhan keperawatan untuk dirinya.
Diagnosa 3: Deprivasi sensoris.
1. Berikan reorientasi kepada pasien secara berkala trhadap realitas dan lingkungan.
2. Berikan jaminan, penjelasan dan pemahaman atas status asuhan pasien saat ini.
3. Setiap orang yang masuk kamar pasien harus berbicara dan memperkenalkan diri guna menghindari pasien terkejut.
Diagnosa 4: Kurang pengetahuan
1. Jelaskan pada pasien tentang keadaannya sakitnya.
2. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan.
3. jelaskan pada pasien apa yang harus ia lakukan dalam pelaksanaan pengobatan.
Diagnosa 5: Kurang perawatan diri
1. Dorong pasien untuk melakukan peraawatan diri sebanyak mungkin.
2. Berikan bantuan jika perlu.
3. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
4. Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien kedekat tempat tidur.
Diagnosa 6: Isolasi sosial
1. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
2. Bantu pasien berjalan melakukan koping dan menyesuaikan diiri terhadap lingkungan.
3. Dorong pasien untuk menerima pengunjung dan bersosialisasi.
4. Beri aktivitas pengalihan sesuai ketertarikan pasien.
5. Libatkan keluarga dalam membangun rasa percaya diri pasien.
Referensi :
Elkington A.R., dan Khaw P.T., 2000. Petunjuk Penting: Kelainan Mata (ABC of Eyes). Jakarta. EGC.
Hidayat R.S., dan Jong W.D., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta EGC.
Ilyas S., 2003. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Roper M.J., dan Hall. 1995. Kedaruratan Mata (Eye Emergencies). Jakarta. Hipokrates.
Smeltzer S.C., dan Bare B.G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth Edisi
Roper M.J., dan Hall. 1995. Kedaruratan Mata (Eye Emergencies). Jakarta. Hipokrates.
Smeltzer S.C., dan Bare B.G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth Edisi
8. Jakarta. EGC
0 comments :
Post a Comment